Lumpur
panas Lapindo yang menyembur ke permukaan bumi saat dilakukannya pengeboran
sumur migas oleh PT. Lapindo Brantas pada tanggal 27-28 Mei 2006 hingga kini
memberikan dampak negatif masalah sosial dan ekonomi bagi lingkungan di
sekitarnya. Semburan lumpur panas tersebut diprediksikan akan terus berlangsung selama 31 tahun atau baru berhenti
pada tahun 2038 mendatang.
Di
balik dampak negatifnya, kandungan
senyawa dalam lumpur Lapindo ternyata berpotensi untuk diteliti lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, kandungan
senyawa dalam lumpur Lapindo adalah Na2O 1.57%, MgO 2.90%, Al2O3
25.07%, SiO2 54.92%, Cl 0.91%, K2O 2.32%, CaO 2.16%, dan FeO
10.15%, dengan demikian diperlukan sebuah alternatif pemanfaatan lumpur
menjadi material bentuk lain yang bernilai positif.
Kandungan zat silika (SiO2) yang cukup melimpah menunjukkan bahwa lumpur
Lapindo berpotensi
sebagai bahan pengganti pasir silika yang semakin sulit dicari. Beberapa penelitian memanfaatkan lumpur Lapindo
sebagai batu bata, genteng, keramik, paving
block, beton, hingga nanopartikel silika. Volume lumpur yang berlimpah
dan kaya akan kandungan silika cukup berpotensi untuk dikelola secara lebih lanjut, mengingat bahwa pangsa silika di sektor industri sangat terbuka lebar dan produk silika memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Sehingga tidak ada salahnya jika mencoba
memanfaatkan lumpur Lapindo ini sebagai bahan dasar aerogel silika. Sintesis aerogel silika dari limbah lumpur
Lapindo ini dilakukan melalui metode sol gel menggunakan tekanan ambien. Melalui
penelitian ini, saya mencoba memodifikasi dan mengembangkan metode ekstraksi
silika yang pernah dilakukan sebelumnya. Lumpur Lapindo yang telah dipreparasi
direndam dalam NaOH dan disaring menggunakan kertas Whatman. Filtrat hasil
penyaringan tersebut kemudian ditetesi HCl secara perlahan hingga terbentuk
gel, yang merupakan intermediet dalam pembentukan aerogel silika.
|
Hidrogel silika dicetak menggunakan syringe |
|
Hidrogel Silika dari lumpur Lapindo |
Karena metode
penghilangan garam natrium oleh resin membutuhkan waktu yang lama dan kurang
efektif dalam segi biaya, maka pencucian gel dilakukan secara lebih sederhana
yakni dengan merendam gel dalam aquades atau air suling. Gel yang telah dicuci
selanjutnya dikeringkan dalam desikator dan direndam dalam pelarut organik disertai
penambahan trimetilklorosilan (TMCS) untuk memodifikasi permukaan aerogel menjadi
hidrofobik. Aerogel dapat dihasilkan melalui pengeringan pada suhu tertentu
secara perlahan menggunakan oven dan tanur. Melalui prosedur yang dilakukan dihasilkan aerogel silika dengan densitas rendah berwarna putih buram/opaque, seperti pada gambar di bawah ini.
|
Beberapa aerogel silika yang terbentuk
|
Aerogel yang dapat disintesis dari lumpur Lapindo memiliki sifat hidrofobisitas tinggi, ditunjukkan melalui gambar di bawah ini.
|
aerogel silika di atas permukaan air |
|
aerogel silika yang disintesis mengapung di atas permukaan air |
|
pembentukan liquid marble ketika aerogel silika ditetesi air
|
Sifat hidrofobik tersebut mendukung aerogel silika memiliki sifat lipofilik yakni kemampuan aerogel dalam menyerap minyak, seperti tertera pada gambar di bawah
|
Aerogel silika berubah warna setelah menyerap minyak |
|
Kemampuan aerogel silika dalam menyerap minyak yang mencemari air |
Sifat hidrofobisitas aerogel tersebut dapat diaplikasikan dalam
pembuatan nanopartikel silika yang digunakan sebagai pelapis kain anti air.
Sifat lipofilisitasnya dapat menjadikan aerogel sebagai media penyerap minyak
di perairan.
No comments:
Post a Comment